JurnalismeInvestigatif – RKHUP – DPR dan Pemerintah akhirnya mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang, pada hari Selasa (6/12) kemarin.
Meski demikian, publik menilai di dalamnya masih banyak pasal bermasalah berpotensi kriminalisasi, mengancam kebebasan demokrasi, hingga kebebasan pers.
Penolakan pengesahan RKUHP tidak terjadi belakangan ini saja. RKUHP telah menjadi polemik selama kurang lebih empat tahun terakhir. Pada 2019, masyarakat sipil menggelar demo besar-besaran agar RKUHP tersebut tidak disahkan.
Sampai saat ini penolakan tersebut masih digaungkan. RKUHP dinilai masih memuat pasal-pasal warisan kolonial yang bermasalah dan rentan digunakan sebagai alat kriminalisas.
Baca Juga : 9 Negara Terancam Bangkrut Layaknya Sri Langka
Berikut pasal-pasal kontroversial yang ada didalam RKUHP yang disahkan :
Hina Predisen dan Wapres bisa dipenjara 3 tahun : Ketentuan pidana tersebut dituangkan dalam pasal 218. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara. Pasal ini merupakan delik aduan.
Pasal itu menyebutkan bahwa, menyerang kehormatan adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri. Perbuatan menista atau memfitnah masuk dalam kategori itu
“Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,” bunyi pasal 218 ayat (1) RKUHP.
Baca Juga : Tidak Sekedar Populer, Capres Pilpres 2024 Harus Berkualitas
Hina Pemerinta/Lembaga negara bisa di penjara 1,5 tahun : Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 349. Pasal tersebut merupakan delik aduan.
Kemudian Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial.
Sementara, yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam KUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri. Sejumlah lembaga itu harus dihormati.
Baca Juga : Murid PAUD Meninggal Usai Divaksin, Komnas KIPI Tunggu Hasil Investigasi
Demonstrasi onar bisa dipenjara 6 bulan: Hal itu tertuang dalam Pasal 256.
Bunyi pasal tersebt “Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,”.
Pasal ini dikritik karena bisa dengan mudah mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan berpendapat
Baca Juga : Kronologi Ade Armando Dianiaya Massa Demo 11 April
Sebar berita bohong sebabkan kerusuhan bisa dipenjara 6 tahun: Pada Pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.
Kemudian pada ayat berikutnya dikatakan setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau denda Rp200 juta.
Baca Juga : Lagi-lagi Kebocoran Data, Siapa Bisa Lindungi?
Sebar paham bertentangan dengan Pancasila bisa dipenjara 4 tahun:Seseorang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunis, marxisme, dan leninisme terancam pidana 4 tahun penjara. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara. Pada ayat 1 Pasal 188 berbunyi:
“Setiap Orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apapun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.
Pada ayat berikutnya, ancaman pidana bisa bertambah hingga tujuh tahun jika tindakan penyebaran ajaran tersebut dilakukan dengan tujuan mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
Ancaman pidana terhadap pelaku penyebaran ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme bisa terus bertambah hingga 15 tahun jika mengakibatkan kerusuhan, dan mengakibatkan kematian orang lain.
Baca Juga : Komnas HAM Investigasi Penembakan Demonstran di Parigi Moutong
Hukuman paling minimal koruptor turun dari 4 tahun menjadi 2 tahun: diatur pada Pasal 603. Pada Pasal tersebut dijelaskan koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun dan maksimal 20 tahun.
Selain itu, koruptor juga dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Rp2 miliar. Berikut bunyi pasal tersebut;
Pidana penjara pada KUHP itu lebih rendah atau mengalami penurunan dari ketentuan pidana penjara dalam Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 2 UU tersebut dijelaskan koruptor bisa mendapat pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Baca Juga : Jokowi Sebut BLT BBM Tak Mungkin 100 Persen Tepat Sasaran, Kenapa ?
Seks di luar pernikahan bisa dipenjara 1 tahun: Ketentuan itu diatur dalam Pasal 413 ayat (1) bagian keempat tentang Perzinaan. Dalam beleid tersebut, orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan dapat diancam pidana penjara satu tahun.
“Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” bunyi pasal 413 ayat (1).
Meski begitu, ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan. Aturan itu mengatur pihak yang dapat mengadukan yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Lalu, orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Baca Juga : Perangi Hoax, Yani Helmi dan Aparat Polri Minta Generasi Muda Cerdas Sikapi Dunia Digital
Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari jurnalismeinvestigatif.com Untuk kerjasama lainya bisa kontak email tau sosial media kami lainya.