Jakarta – Dana yang dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selalu menjadi incaran para pelaku korupsi. Semakin besar nilai aset dan kontribusi BUMN terhadap negara, semakin tinggi pula godaan untuk melakukan penyelewengan. Dalam konteks ini, penguatan pengawasan dari Menteri BUMN serta aparat penegak hukum menjadi krusial untuk menjaga integritas keuangan negara.
PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu BUMN strategis yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Sepanjang 2023, perusahaan ini menyetor Rp426 triliun ke kas negara. Angka ini naik dari tahun 2022 yang mencapai Rp307,2 triliun, yang terdiri dari setoran pajak, dividen, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), bagian negara dari minyak mentah dan kondensat, serta signature bonus. Bahkan, kontribusi pajak Pertamina pada 2022 tercatat sebesar Rp219,06 triliun, meningkat 88 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun di balik angka-angka tersebut, terdapat sejumlah persoalan serius terkait tata kelola perusahaan, khususnya dalam hal pengadaan minyak mentah dan produk kilang. Dugaan inefisiensi dan kebocoran terus menghantui, memicu potensi kerugian besar bagi keuangan negara.
Kasus Korupsi Minyak Masih Mandek
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menangani sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan Pertamina. Namun, banyak di antaranya menemui jalan buntu.
KPK misalnya, sempat menyidik kasus dugaan suap perdagangan minyak mentah melalui Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral). Dalam perkara ini, Bambang Irianto selaku Managing Director PT Pertamina Energy Services Pte. Ltd. (PES) periode 2009–2013 telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 10 September 2019. Meski pada 2024 penyidikan kembali dibuka, hingga kini tidak terdengar lagi pemeriksaan lanjutan terhadap para saksi.
KPK juga tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG). Pada Selasa, 7 Januari 2025, mantan Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, dipanggil sebagai saksi oleh lembaga antirasuah tersebut.
Sementara itu, Kejagung disebut belum serius menangani dugaan korupsi di lingkungan Pertamina. Beberapa laporan yang diteruskan ke Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri tampaknya tidak berlanjut. Salah satu contohnya adalah laporan Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, terkait kejanggalan dalam pengadaan geomembrane di Pertamina Hulu Rokan (PHR), Riau.
“Saya minta semua kasus ini dibongkar. Ini bagian dari pengawasan DPR. Kalau tidak, target swasembada energi Presiden Prabowo tidak akan tercapai,” tegas Hinca dalam rapat di DPR, Kamis (14/11/2024).
Kabar terbaru menyebutkan bahwa Kejagung tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi impor minyak senilai Rp115 triliun. Beberapa direksi Pertamina, baik di holding maupun subholding, dikabarkan telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, pasca penggeledahan kantor Pertamina dan pemanggilan sejumlah pihak, belum ada pernyataan resmi dari Kejagung.
Dugaan Mafia Jabatan: Siapa Sosok “Mr James”?
Sorotan terhadap internal Pertamina tak hanya berhenti pada kasus korupsi. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI dan jajaran Pertamina Hulu, terungkap adanya dugaan praktik mafia jabatan. Anggota DPR Muhammad Nasir menyebut adanya figur misterius bernama “Mr James” yang diduga memiliki kekuasaan besar dalam mengatur jabatan dan proyek di lingkungan Pertamina.
Menurut informasi, sosok “Mr James” diduga merupakan Febri Prestyadi Soeparta, pemilik PT Zerotech Nusantara—perusahaan jasa penunjang migas yang terdaftar resmi di Kadin Jakarta sejak 2008. Febri disebut sebagai orang dekat Boy Thohir, kakak Menteri BUMN Erick Thohir.
Beberapa pejabat Pertamina bahkan dikabarkan kerap dipanggil ke kediaman “Mr James” di Jalan Kertanegara, Jakarta, untuk membahas posisi jabatan dan proyek strategis. Nasir menyebut bahwa pengganti Dirut PHR Rokan adalah Chalid Said Salim, sosok yang juga disebut dekat dengan Mr James.
“Apakah Mr James ini menjalankan peran sebagai makelar proyek demi kepentingan politik menjelang Pilpres 2024? Ini harus diungkap,” ujar Nasir.
Desakan Bongkar Praktik Mafia Migas
Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, juga mendesak aparat penegak hukum untuk mengungkap identitas dan peran “Mr James”. Menurutnya, praktik pengaturan jabatan dan proyek oleh pihak luar sangat merugikan publik.
“Ini bukan hal sepele. Akibat praktik mafia ini, rakyat harus menanggung mahalnya harga BBM dan membengkaknya biaya impor,” kata Muslim kepada Monitorindonesia.com, Selasa malam (7/1/2025).
Ia juga mendorong DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki proses rekrutmen jabatan dan dugaan jual beli posisi di tubuh Pertamina.
“Kita butuh transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN strategis seperti Pertamina. Kalau tidak, mafia akan terus menggerogoti dari dalam,” tegasnya.
Baca Juga : Mengapa Korupsi di Indonesia Terus Berulang? Ini Penjelasan Para Ahli