SEMARANG, KOMPAS.com – Sebanyak dua perusahaan di Kota Semarang, Jawa Tengah, disegel polisi karena melanggar aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Perusahaan itu terletak di kawasan industri Candi Gatot Subroto, Ngaliyan, yakni PT Samwoon Busana Indonesia dan PT Star Alliance Intimates.
Saat sidak, polisi menemukan pelanggaran karena mempekerjakan pegawai lebih dari 50 persen kapasitas ruangan dan terjadi kerumunan pada saat jam istirahat.
Kini kedua perusahaan itu ditutup dan telah dipasangi garis polisi.
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Semarang Kombes Pol Irwan Anwar mengatakan PT Samwoon Busana Indonesia memperkerjakan pegawai di atas batas maksimal yang diizinkan.
“Pada jam kerja tidak menerapkan Intruksi Mendagri dan Perwal Kota Semarang terkait PPKM Darurat dengan ditemukannya pekerja yang masuk kerja lebih dari 50 persen,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (8/7/2021).
Selain itu, polisi juga mendapati kursi kantin makan tidak ada jarak sehingga saat istirahat makan menimbulkan kerumunan.
Selanjutnya, polisi menemukan kerumunan pekerja yang sedang makan bersama di PT Star Alliance Intimates.
Di depan perusahaan itu juga terdapat pasar tiban dan pedagang kaki lima yang berjualan tanpa protokol kesehatan.
“Selanjutnya kami lalukan penutupan dengan garis police line dan pembubaran pasar tiban dan PKL yang berada di depan perusahaan,” tegasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menegaskan sesuai aturan PPKM Darurat, perusahaan atau industri besar dengan jumlah karyawan yang besar karyawan yang boleh masuk hanya 50 persen.
Maka dari itu, Ganjar berkomunikasi dengan Apindo agar dapat mendorong pelaksanaan aturan dengan baik.
“Kita butuh bantuan mereka. Kita ngomong lebih dulu agar nanti peringatan ini segera ditindaklanjuti. Kita sudah menyiapkan dari dinas perindustrian dan tenaga kerja untuk nanti menyambangi ke industri-industri itu apakah kemudian pelaksanaan WFO/WFH sesuai dengan persentase yang ada,” jelasnya.
Selama PPKM Darurat diberlakukan, Jawa Tengah baru bisa menekan penurunan mobilitas sampai 17 persen.
Menurutnya, jumlah itu masih jauh dari target 30-50 persen karena mobilitas masyarakat di Jawa Tengah masih tinggi.
“Mobilitas kita di Jateng targetnya bisa turun sampai 30 persen. Aturan itu kan berlaku seluruh Jawa dan Bali jadi kita musti bicara diinduknya, di hulunya. (Warga) ini kerja di mana, kalau kemudian harus wira-wiri dengan mengikuti ketentuan tidak apa-apa. Kalau 50 persen yang masuk kan bisa ditekan,” katanya.