Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina beserta sub-holding serta kontraktor kontrak kerja sama pada periode 2018-2023. Para tersangka terdiri dari empat petinggi anak perusahaan PT Pertamina dan tiga pihak swasta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa ketujuh tersangka langsung ditahan mulai hari ini di dua lokasi berbeda, yakni di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung dan Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
“Penyidik di jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah berketetapan untuk melakukan penahanan terhadap tujuh orang tersebut,” ujar Harli dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).
Tujuh Tersangka Digiring ke Tahanan
Berdasarkan pantauan di Gedung Kartika Kejagung, para tersangka selesai menjalani pemeriksaan dan persiapan penahanan menjelang pergantian hari. Mereka mengenakan rompi tahanan kejaksaan berwarna pink dan tangan terborgol saat digiring ke mobil tahanan. Tak satu pun dari mereka memberikan komentar terkait penetapan status tersangka.
Berikut adalah daftar tersangka beserta perannya:
- GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak, broker dalam kasus ini.
- DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.
- RS – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
- YF – Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.
- SDS – Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
- AP – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
- MKAR – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Para tersangka ditahan secara bertahap mulai dari pukul 00.38 WIB hingga 01.50 WIB. Tersangka RS, yang merupakan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, tampak mengenakan batik lengan panjang bernuansa biru saat digiring ke mobil tahanan. Sementara itu, SDS menjadi satu-satunya tersangka yang wajahnya terlihat jelas karena tidak mengenakan masker.
Modus Operandi dan Kerugian Negara
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa para tersangka melakukan pemufakatan jahat antara penyelenggara negara dengan broker. Sebelum tender dilaksanakan, harga telah diatur sebelumnya demi mendapatkan keuntungan secara melawan hukum.
“Pemufakatan ini dilakukan dengan mengatur proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang. Seolah-olah proses tersebut berjalan sesuai ketentuan, padahal broker pemenang tender telah dikondisikan sebelumnya,” jelas Qohar.
Akibat praktik korupsi tersebut, harga bahan bakar minyak (BBM) mengalami kenaikan, yang berdampak pada peningkatan beban subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kejagung mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat skandal ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Pasal yang Dilanggar
Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal berikut:
- Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
- Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dengan pengungkapan kasus ini, Kejagung menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi yang merugikan negara, terutama di sektor energi yang berdampak langsung pada masyarakat luas.
Baca Juga : Megawati Instruksikan Kepala Daerah PDIP Tunda Retret di Magelang Pasca Penahanan Hasto Kristiyanto