Jakarta – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) 2025 masih menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat Indonesia. Isu-isu yang terkandung dalam RUU ini, terutama pasal-pasal yang dianggap kontroversial, akan kembali dibahas pada hari ini, 17 Maret 2025, dalam rapat lanjutan antara Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI dan Pemerintah. Rapat tertutup tersebut sebelumnya sudah berlangsung pada 15 Maret 2025 di Hotel Fairmont, Jakarta, sebagai kelanjutan dari rapat yang diadakan di Gedung DPR RI pada 14 Maret 2025.
Isi RUU TNI 2025
Revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI ini mencakup beberapa poin penting yang menjadi sorotan publik, di antaranya adalah:
-
Pengembangan Industri Pertahanan
RUU ini bertujuan untuk memperkuat kebijakan pengembangan industri pertahanan dalam negeri dan memperjelas batasan serta mekanisme modernisasi alutsista (alat utama sistem senjata). -
Keterlibatan TNI dalam Tugas Nonmiliter
RUU TNI akan memastikan bahwa keterlibatan TNI dalam tugas-tugas nonmiliter tetap berada dalam koridor hukum yang jelas, sehingga peran TNI dalam aspek lain selain pertahanan negara tidak melenceng dari aturan yang ada. -
Jaminan Sosial dan Kesejahteraan Prajurit TNI
RUU ini juga mengusulkan peningkatan jaminan sosial dan kesejahteraan bagi prajurit TNI serta penyesuaian jenjang karier dan usia pensiun prajurit guna mengakomodasi kebutuhan organisasi.
Pasal-Pasal Kontroversial dalam RUU TNI 2025
Beberapa pasal dalam RUU TNI 2025 menuai kritik dan perdebatan, antara lain:
-
Pasal 3
Pasal ini mengatur mengenai kedudukan TNI dalam struktur pemerintahan, yang menyebutkan bahwa dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berada di bawah Presiden. Sementara itu, dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan. Hingga kini, belum ada keputusan mengenai perubahan pasal ini, yang selama ini menjadi dasar bagi Departemen Pertahanan dalam mengatur kebijakan TNI. -
Pasal 35
Pasal ini mengatur mengenai masa pensiun prajurit TNI. Usulan dalam RUU TNI 2025 adalah perubahan usia pensiun, dengan rincian sebagai berikut:- Tamtama: 56 tahun
- Bintara: 57 tahun
- Letnan Kolonel: 58 tahun
- Kolonel: 59 tahun
- Perwira Tinggi Bintang Satu: 60 tahun
- Perwira Tinggi Bintang Dua: 61 tahun
- Perwira Tinggi Bintang Tiga: 62 tahun
- Perwira Bintang Empat: Masa dinas ditentukan oleh kebijakan presiden.
Selain itu, ada usulan tambahan bahwa prajurit dengan jabatan fungsional tertentu dapat melanjutkan dinas hingga usia 65 tahun, dan pensiunan perwira dapat direkrut kembali sebagai perwira komponen cadangan (Komcad) dengan memenuhi syarat tertentu.
-
Pasal 47 Ayat 1 dan 2
Pasal ini mengatur mengenai jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI setelah pensiun atau mengundurkan diri. Usulan dalam RUU TNI 2025 memperbolehkan prajurit aktif menduduki sejumlah jabatan sipil tertentu, antara lain di Kementerian Pertahanan, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan beberapa lembaga lainnya. Perubahan ini menjadi kontroversial karena bisa dianggap membuka peluang bagi TNI untuk terlibat kembali dalam pemerintahan sipil, yang mengingatkan publik pada masa dwifungsi ABRI.
Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi ABRI
Salah satu kekhawatiran utama masyarakat terkait revisi RUU TNI adalah potensi kembalinya dwifungsi ABRI, yang pernah berlaku pada masa Orde Baru. Dwifungsi ABRI memungkinkan TNI tidak hanya berperan sebagai lembaga pertahanan negara, tetapi juga memiliki pengaruh dalam pemerintahan dan politik, bahkan dalam bidang sosial dan ekonomi. Setelah Reformasi, peran TNI kembali difokuskan pada tugas utamanya sebagai penjaga pertahanan negara, tanpa keterlibatan dalam urusan politik atau pemerintahan.
Sejumlah pihak, terutama dari Koalisi Masyarakat Sipil, menganggap usulan dalam RUU TNI ini berpotensi menghidupkan kembali peran ganda TNI yang sudah dihapuskan pasca-Reformasi. Penolakan terhadap pasal-pasal tersebut terus digulirkan, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penguatan kekuasaan militer dalam ranah politik dan pemerintahan.
Dengan adanya pembahasan lanjutan yang akan berlangsung hari ini, publik terus memantau perkembangan RUU TNI 2025 dengan harapan agar kebijakan ini tetap berpihak pada penguatan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara dan tidak melenceng dari prinsip-prinsip demokrasi yang sudah diperjuangkan dalam Reformasi.
Baca Juga : Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Ditangkap atas Kasus Asusila dan Narkoba