JurnalismeInvestigatif – Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat atau Brigadir J divonis mati.
“Mengadili, menyatakan Terdakwa Ferdy Sambo secara sah dan meyakinkan bersalah. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana mati,” kata majelis hakim saat membacakan putusan di PN Jaksel, Senin (13/2).
Keputusan vonis ini dibacakan majelis hakim, Senin (13/2). Hakim menilai mantan Kadiv Propam Polri itu terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman mati.
Ferdy Sambo juga dinyatakan bersalah karena merusak alat bukti CCTV yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Dalam putusan hakim dalih adanya pelecehan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi, tidak memiliki bukti yang valid.
Hakim juga menyatakan sangat kecil kemungkinan Brigadir Yosua melakukan pelecehan terhadap Putri yang dinilai punya posisi dominan terhadap Yosua selaku ajudan suaminya.
Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
20 Tahun Vonis Untuk Putri Candrawathi
Majelis Hakim PN Jaksel menjatuhkan vonis terhadap Putri Candrawathi dengan hukuman 20 tahun penjara dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di PN Jaksel, Jakarta.
Dalam memaparkan pertimbangan, Hakim Anggota Alimin Ribut Sujono mengatakan, majelis hakim meyakini bahwa Putri Candrawathi menghendaki pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga.
Selain itu, hakim juga menyimpulkan bahwa Putri Candrawathi telah terbukti turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Respon Hadirin dan Penggiat Sosmed
Keputusan vonis terhadap Ferdy Sambo ini, disambut sorak sorai dari para hadirin yang ada di ruang sidang. Mereka menunjukkan sikap senang dengan keputusan yang dilontarkan hakim.
Hakim menilai Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana atas Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat serta berupaya menutupinya.
Hingga menjadi trending topik Twitter dengan total 34 ribu cuitan, berbagai netizen berkomentar dan mempertanyakan seputar hukuman mati yang akan diberlakukan kepada terdakwa Ferdy Sambo.
Tanggapan Salah Satu Ahli Hukum
Chairul Huda, selaku pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta mengatakan putusan vonis yang lebih berat dari tuntutan – disebut putusan ultra-petita – amat sangat jarang terjadi dalam praktik peradilan di Indonesia.
Hal ini ganjil, menurut Chairul, karena baik Ferdy maupun Putri dinyatakan “turut serta” melakukan pembunuhan berencana – implikasinya ada pembagian peran dan pembagian tanggung jawab, sehingga biasanya vonis terdakwa lebih rendah dari tuntutan atau tidak sampai dijatuhi vonis maksimal.
Namun ia menegaskan bahwa dalam peraturan perundang-undangan maupun teori tidak ada batasan-batasan yang secara kaku menentukan apa yang menjadi faktor meringankan dan apa yang memberatkan. Itu tergantung cara hakim melihat persoalan.
Chairul menduga, hakim memberatkan hukuman karena dipengaruhi oleh tekanan publik. Sejak skandal ini terungkap, Ferdy Sambo telah menjadi sasaran akumulasi kekecawaan publik terhadap polisi.
Baca Juga : Kaisar Sambo dan Konsorsium 303
Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari jurnalismeinvestigatif.com Untuk kerjasama lainya bisa kontak email tau sosial media kami lainya.