JurnalismeInvestigatif – Jakarta – Pemerintah dan Komisi XI DPR RI telah menyepakati bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 akan berada pada kisaran 5,3% hingga 5,9% (year-on-year).
Namun, karena ancaman stagflasi global, Teuku Riefky, ekonom makroekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dan Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEB UI), mengatakan pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan lebih tertekan tahun depan.
“Saya rasa tidak akan setinggi itu. Memang tetap akan di kisaran 5%. Mungkin di kisaran 5% hingga 5,5% untuk estimasi saat ini,” ujar Riefky kepada Kontan.co.id, Minggu (12/6).
Rifki mengatakan, ancaman stagflasi global memang mempengaruhi pemulihan ekonomi domestik yang sedang berlangsung. Naiknya harga komoditas global yang berujung pada inflasi global akan berdampak pada kondisi di Indonesia.
Baca Juga : Bahlil Lahadahli Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV Capai 5 Persen
Jika hal ini menjadi tekanan inflasi di dalam negeri, maka daya beli masyarakat akan turun dan memicu suku bunga domestik sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Terkadang stagflasi ini dua hal, yaitu perlambatan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang tinggi,” tutur Riefky.
Selain itu, Rifki mengatakan pengetatan kebijakan moneter global juga akan mengganggu prospek pertumbuhan ekonomi domestik.
Hal ini karena biaya utang semakin tinggi, dan pembayaran bunga utang akan meningkat, dan kemampuan keuangan untuk memainkan fungsi stabilisasi akan terbatas sampai batas tertentu.
Di sisi lain, pengetatan kebijakan moneter global juga akan memicu aliran modal keluar yang akan berdampak pada nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, pemerintah perlu bekerja keras untuk mengendalikan inflasi.
“Ini sudah pemerintah lakukan dengan merevisi postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terakhir yang menambah subsidi agar inflasi tidak meningkat sehingga daya beli masyarakat tidak terlalu tertekan,” tandasnya.
Baca Juga : Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2022 Melambat?
Sumber : Kontan.co.id