Jakarta – (05/08/2021). Semester pertama 2021 ini sangat prihatin melihat keadaan Bali. Selama enam bulan ini, Bali hanya dikunjungi oleh 43 wisatawan mancanegara (Wisman)! Padahal sebelum pandemi (2019) dalam kurun waktu yang sama, Bali membukukan kunjungan sampai 3 juta lebih wisman. Sangat kontras perbandingannya sekaligus mencemaskan. Ada beberapa syarat agar pariwisata Bali pulih dan sukses pasca pandemi.
Demikian disampaikan Yuswohady, Managing Partner Inventure. Keadaan yang sangat mencemaskan tentunya. Kapan Bali akan bergairah kembali dan jadi destinasi wisata andalan Indonesia lagi? Tak mudah untuk menjawabnya.
Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Bali Yoga Iswara mengatakan, waktu pembukaan kembali perbatasan Bali untuk pariwisata merupakan hal yang penting. Kendati demikian, selain kapan pembukaan kembali perbatasan dilaksanakan, hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana masyarakat Indonesia bisa memenuhi seluruh kriteria yang dibutuhkan agar perbatasan dapat dibuka.
“Pertama adalah tentu vaksin. Sudah tercapai 70 persen tahap pertama sudah tercapai kemarin, bahkan sudah tiga juta penduduk tercapai. Kemudian kedua adalah protokol kesehatan CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environmental Sustainability),” jelas Yoga. Hal tersebut dia katakan dalam Talk Show Online World Tourism Day Bali Series bertajuk “Reviewing Bali Hospitality Industry in the Gate Opening”, baru-baru ini.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati yang turut hadir dalam acara tersebut mengatakan, sebanyak tiga juta warga Bali telah divaksin Covid-19 dosis pertama. “Per 26 Juli 2021, masyarakat yang peroleh vaksin pertama sebanyak 3.023.924 juta atau sama dengan 193 persen,” ungkap pria yang akrab disapa Cok Ace. “Ini angka yang sangat fantastis, kita sudah melebihi untuk vaksin pertama dari apa yang ditargetkan WHO (World Health Organization). Mungkin ini angka tertinggi di Indonesia,” sambung dia.
Cok Ace mengungkapkan, jumlah tersebut melebihi target 70 persen dari jumlah penduduk Bali yang telah menerima dosis pertama yakni 2,9 juta orang. Sementara untuk protokol kesehatan CHSE, sebanyak 1.871 usaha pariwisata di Pulau Dewata dikatakan olehnya telah tersertifikasi CHSE. Kriteria lain agar perbatasan Bali bisa dibuka lagi Selain tingkat vaksinasi dan penerapan protokol kesehatan yang telah tersertifikasi CHSE, kriteria lain yang perlu diperhatikan adalah angka paparan Covid-19 yang terkendali dan case fatality rate (CFR).
“Sekarang CFR terkait Covid-19 menurun 2,8 persen. Artinya, fatality dari Covid-19 lebih rendah dari CFR orang yang (mengalami) kecelakaan lalulintas,” ujar Yoga. Selanjutnya adalah pemberlakuan standar operasional prosedur (SOP) bagi wisatawan mancanegara (wisman).
Dalam SOP tersebut, Yoga menuturkan bahwa ada baiknya hanya wisman yang telah divaksin dua kali saja yang diizinkan berkunjung ke Bali. “Lalu hasil PCR yang negatif, punya asuransi Covid-19, dan tidak berkunjung dulu ke zona merah.
Sederhananya, open border yang diizinkan yang sehat. Datang ke Bali, dan tinggal di ekosistem yang sehat,” ujarnya. Lebih lanjut, persiapan program mitigasi jika ada wisman yang terpapar Covid-19 pun penting. Hal ini mencakup kesiapan fasilitas kesehatan dan penanganannya akan seperti apa. Kriteria lainnya yang juga harus diperhatikan adalah perluasan zona hijau agar Bali memiliki green belt untuk wisman.
Saat ini, zona hijau di Bali hanya mencakup Sanur, Ubud, dan Nusa Dua. Adapun, salah satu faktor yang membuat suatu daerah masuk dalam zona hijau tersebut adalah tingkat vaksinasi Covid-19 yang terjadi di sana. “Kita berikan reward. Bagi mereka yang sudah memiliki tingkat vaksinasi tinggi, kemudian telah melakukan (sertifikasi) CHSE, kami merekomendasi untuk bisa dipertimbangkan untuk menjadi green point,” ucap Yoga. Pentingnya pariwisata Bali dibuka untuk pelaku pariwisata Yoga tidak menampik bahwa saat ini semua orang memiliki persepsi yang sama, yakni pembukaan perbatasan Bali untuk wisatawan mancanegara merupakan hal yang penting untuk perekonomian Pulau Dewata.
Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi Bali, saat ini berdasarkan data yang diberikan oleh Yoga, pertumbuhan ekonomi Bali terkontraksi hingga -9,85 persen pada kuartal pertama 2021. “Kita berada pada urutan ke-34 dari seluruh provinsi yang ada. Kalau dibandingkan dengan daerah di atas kita, kalau tidak salah angkanya hanya -3,12 persen. Itu adalah Kalimantan Tengah,” ujar Yoga.
Lebih lanjut, tingkat pengangguran di Bali mencapai 5,4 pada Februari tahun ini. Padahal, dahulu Bali merupakan daerah dengan tingkat pengangguran paling rendah di Indonesia. Saat ini, mereka ada di peringkat ke-18. “Pengangguran ini belum termasuk jumlah tenaga kerja yang memang sekarang dipaksa untuk unpaid leave,” sambung dia.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Putu Astawa, turut hadir dalam webinar, mengatakan bahwa hingga saat ini tercatat ada 79.000 karyawan dalam sektor pariwisata yang dirumahkan. Kendati pembukaan kembali pariwisata Bali bagi wisman terbilang penting, Yoga kembali mengatakan bahwa kriteria-kriteria sebelumnya juga perlu diperhatikan agar ekosistem pariwisata di Bali tetap sehat.
Pilihan global travellers
Dengan rencana aksi tersebut di atas, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, saat badai pandemi telah berlalu, apakah Bali akan seperti sedia kala dan kembali menjadi preferensi para global travellers?
Harapannya begitu. Tapi belum tentu begitu. Menurut Yuswohady, preferensi global travellers berubah sebelum dan sesudah pandemi. Kemampuan Bali merespon pergeseran preferensi global travellers ini akan menentukan sukses Bali menarik kembali wisman dari seluruh dunia.
Yuswohady mencatat, setidaknya ada 4 Travellers Megashifts yang berhasil dikumpulkannya dari berbagai riset global.
Pertama adalah H&S: PRIORITY. Hasil survei di seluruh dunia menunjukkan bahwa HEALTHY & SAFETY menjadi prioritas pertama dalam memilih destinasi wisata. Sejak lama Indonesia (termasuk Bali) lemah dalam satu hal ini.
Lompatan kedua adalah NEWA. Pasca pandemi bakal terjadi megashift preferensi wisatawan ke arah NEWA: Nature, Eco-tourism, Wellness, Adventure. Di antara 4 hal tsb Bali memiliki authenticity dan kekuatan tak tertandingi dalam hal wellness tourism.
Lompatan ketiga adalah QUALITY over QUANTITY. Karena dibatasinya mobilitas antar negara, maka global travellers akan lebih jarang melakukan perjalanan dan lebih mengutamakan kualitas dibanding kuantitas dalam berwisata.
Sementara itu, lompatan keempat adalah EMPATHIC + RESPONSIBLE. Pandemi berdampak sangat buruk bagi masyarakat dan komunitas. Karena itu pasca pandemi, global travellers lebih peduli pada isu-isu sosial, ekonomi dan lingkungan.
Adaptif dan Lincah
Sifat adaptif dan agile (lincah) tak hanya berlaku bagi perusahaan/brand, tapi juga berlaku bagi Bali. Sukses Bali menarik kembali global travellers akan ditentukan oleh adaptifitas dan agilitas Bali dalam merespon Travellers Megashifts di atas. ”Jangan sampai pasca pandemi, Bali tetap sepi seperti saat ini, gegara tak sadar pada Megashifts di atas dan abai mengubah value proposition utk merespon perubahan tersebut.
Karena itu, lanjut Yuswohady, pihaknya berani mengatakan bahwa pasca pandemi, modal terbesar Bali untuk pulih bukan lagi pantai yang eksotik, gunung yang memukau, atau budaya yang otentik, melainkan agilitas ! “For Bali, AGILITY is the MOST valuable asset after pandemic”. (Saf).
Sumber foto: http://balicheapesttours.com/