Jakarta – Siti Zuhro, peneliti ahli utama Badan Riset dan Inovasi Nasional, mengatakan penggunaan etika politik dalam pemilu oleh peserta dan penyelenggara negara berperan penting untuk menghindari hasil pemilu yang cacat hukum.
“Etika politik sangat diperlukan penyelenggara negara dalam pemilu atau pilkada agar tidak tercemar atau hasilnya cacat hukum,” kata Siti Zuhro di Jakarta, (17/05).
Menurut dia, beberapa pelanggaran etika politik yang ditemukan dalam pemilu selama ini, seperti politik transaksional, disebabkan oleh tidak adanya payung hukum sebagai acuan dan pengawasan yang buruk.
Siti Zuhro menjelaskan bahwa etika politik berkaitan dengan moralitas dalam politik.
“Etika politik berkaitan dengan moralitas politik, dan politik hanya dimaknai oleh politisi sebagai penyalur kepentingan dan seni untuk meraih kekuasaan,” ujarnya.
Siti menambahkan etika politik dapat diibaratkan sebagai tulang punggung yang mendukung pelaksanaan demokrasi. “Etika politik ini adalah backbone atau tulang punggung kita dalam berdemokrasi,” ujar dia.
Baca Juga : Bupati Aceh Singkil Buka Pendidikan Politik
Di sisi lain, menurut Beni Pramula, Ketua DPP Partai Pelita, etika politik adalah sikap politik yang dilakukan secara rasional dan mengutamakan kepentingan negara.
Beni juga mengatakan, kurangnya penerapan etika politik, terutama oleh elit politik, merupakan akibat dari kurangnya pendidikan politik yang memadai.
“Kurangnya etika politik dan perilaku sebagian elit (yang tidak berpikir rasional dan mengutamakan kepentingan nasional) adalah akibat dari kurangnya pendidikan politik yang memadai,” ujarnya.
Oleh karena itu, Beni berpendapat bahwa suatu negara membutuhkan pendidikan politik yang memadai melalui guru-guru politik yang baik, yang dapat mengajarkan bagaimana berpolitik, tidak hanya untuk memperebutkan kekuasaan, tetapi juga untuk memahami moral dan etika.
Baca Juga : Pengaruh Religiusitas dan Pilihan Politik