JAKARTA – Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tuai banyak kritik dari netizen setelah komentar tentang minyak goreng.
Dengan kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di Indonesia, Mega mengaku heran melihat ibu-ibu rela antre berjam-jam untuk membeli minyak.
Dia juga mempertanyakan ibu-ibu apakah aktivitasnya dirumah hanya menggoreng.
“Saya sampai mengelus dada, bukan urusan masalah nggak ada atau mahalnya minyak goreng, saya sampai mikir, jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng sampai begitu rebutannya?” kata Megawati dalam webinar “Cegah Stunting untuk Generasi Emas” yang disiarkan Youtube Tribunnews, Jumat (18/3).
Padahal, menurut Mega, ada banyak cara membuat makanan selain menggoreng. Bisa direbus, dibakar atau dikukus.
“Gak ada cara direbus lalu dikukus, atau semacam rujak ya? Itu menu Indonesia lho. Kok ribet banget,” ujarnya.
Baca Juga : Bisakah Media Jadi Pilar Keempat Demokrasi?
Pernyataan Ceroboh Megawati
Membaca ini, Kunto Adi Wibowo selaku Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian KedaiKOPI menilai komunikasi politik Megawati kali ini cenderung ceroboh.
Tak heran jika masyarakat dirugikan dengan pernyataan Mega, Sebeb masyarakat di berbagai daerah sudah berbulan-bulan berjuang karena kelangkaan minyak goreng dan harga yang mahal.
“Komunikasi politik Bu Mega agak semrawut dan ceroboh karena pertama-tama masyarakat dalam situasi sulit,” kata Kunto dilansir dari Kompas.com, Minggu (20/03).
Namun di sisi lain, Kunto menilai Mega saat ini tengah berusaha mengalihkan perhatian publik dari masalah minyak goreng yang mahal dan langka.
Menurut Kunto, Megawati untuk sementara menggantikan jabatan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi sebagai sasaran publik terkait minyak goreng.
Menurut Kunto, gaya komunikasi Mega menunjukkan disparitas atau jurang pemisah yang besar antara elite politik dengan akar rumput.
Bahwa rupanya tak seluruh elite politik menganggap kisruh minyak goreng sebagai masalah prioritas, sementara bagi publik persoalan ini sangat mendasar.
“Ini yang harus menurut saya jadi problem. Berarti ada saluran komunikasi, saluran aspirasi dari bawah ke atas yang mandek,” ujar Kunto.
Namun demikian, Kunto berpandangan, blunder Megawati ini tidak akan berpengaruh besar pada dukungan PDI-Perjuangan. Sebab, Pemilu 2024 masih cukup lama.
Selain itu, lanjut Kunto, kecerobohan Mega ini bukan sesuatu yang fatal dan membuat orang sangat marah. Dia memprediksi, setelah ini masyarakat akan lupa pada kontroversi pernyataan Mega soal minyak.
“Kalau dilihat orang kemudian menyindir, membuat ini sebagai humor, membuat ini sebagai bahan bercanda dan menurut saya kerusakannya tidak begitu besar ke PDI-P,” tutur pengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ini.
Baca Juga : YLKI desak KPPU lakukan investigasi atas dugaan kartel minyak goreng
Pembelaan PDI-P
Sebelumnya, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menyampaikan pembelaan terkait pernyataan Megawati.
Hasto mengatakan pernyataan Mega menanyakan mengapa orang tidak memasak masakan rebus dan kukus, solusi dari kelangkaan minyak goreng. Ia mengaku, Mega memahami persoalan dapur rakyat Indonesia.
“Ketika minyak goreng harganya tinggi, Ibu Megawati memberi opsi dan solusi ke rakyat, meminta Ibu-ibu untuk kreatif. Ibu Megawati begitu memahami persoalan dapur rakyat sehingga memberikan solusi praktis,” kata Hasto dalam keterangan tertulis, Jumat (18/3/).
Hasto juga meminta masyarakat minyikapi secara penuh terhadap substansi pernyataan Megawati tentang minyak goreng.
Menurutnya, Megawati sebenarnya ingin mendorong para ibu untuk berkreasi dalam mengolah makanan, tidak hanya menggoreng tapi juga mengukus, merebus atau memanggang.
Hasto mengeklaim, PDI-P telah memerintahkan seluruh kepala daerah, anggota legislatif, dan struktur partai untuk membantu rakyat dan bergotong-royong mengatasi persoalan minyak goreng.
Fenomena minyak goreng
Seperti yang kita ketahui bersama, harga minyak goreng telah melonjak sejak akhir tahun lalu.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET). Untuk minyak goreng curah, HET Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan polos Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.
Pemberlakuan HET mulai 1 Februari 2022 memang menurunkan harga minyak goreng di pasaran. Namun, kehadirannya semakin berkurang di pasaran.
Pada akhirnya, pemerintah mencabut peraturan tentang HET. Artinya harga minyak goreng kemasan ditentukan oleh mekanisme pasar.
Setelah itu, minyak goreng memang kembali muncul di pasaran. Namun, masalah berikutnya yang muncul adalah lonjakan harga.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammaf Lutfi mengungkapkan, kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng disebabkan oleh permainan mafia.
“Ada orang-orang yang tidak sepatutnya mendapatkan hasil dari minyak goreng ini. Misalnya minyak goreng yang seharusnya jadi konsumsi masyarakat masuk ke industri atau diselundupkan ke luar negeri,” ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (18/3/2022).
Menurut Lutfi, mafia-mafia tersebut tidak sepatutnya mendapatkan minyak goreng, tetapi kemudian memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Lutfi pun mengakui bahwa pihaknya tak kuasa mengontrol keberadaan mafia tersebut. Dia juga menyampaikan permohonan maaf.
“Dengan permohonan maaf, Kemendag tidak dapat mengontrol karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat,” katanya.
Baca juga: Menanti Janji Mendag Menindak Mafia Minyak Goreng
Sumber : Kompas | Editor : Dian