Site icon jurnalismeinvestigatif.com

Rocky Gerung Puji Kakorlantas Irjen Agus, Sebut Bijak Respons Keluhan Publik

Rocky Gerung Puji Kakorlantas Irjen Agus, Sebut Bijak Respons Keluhan Publik

Rocky Gerung Puji Kakorlantas Irjen Agus, Sebut Bijak Respons Keluhan Publik

JAKARTA – Akademikus dan filsuf terkemuka, Rocky Gerung, memberikan pujian terhadap langkah Kakorlantas Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho yang cepat dan bijak dalam merespons keluhan masyarakat. Khususnya, terkait penggunaan sirene dan rotator yang berlebihan. Menurut Rocky, kebijakan ini tidak hanya menunjukkan ketegasan, tetapi juga kepekaan institusi kepolisian terhadap kegelisahan publik.

Apresiasi ini disampaikan Rocky Gerung dalam sebuah pernyataan yang menyoroti bagaimana Kakorlantas mampu mendengarkan suara warga dengan arif. “Akhirnya, kita menemukan kejujuran dan kebijaksanaan dari Kakorlantas, Pak Agus, yaitu membekukan sirene yang ‘tetot-tetot’ itu,” ujar Rocky kepada awak media, Rabu (24/9/2025).

Rocky Gerung menambahkan bahwa ada makna filosofis di balik langkah ini. Sirene, yang dalam mitologi Yunani dikenal sebagai suara merdu, telah berubah fungsi menjadi suara yang mengganggu dan menimbulkan stres di jalan. Ia menegaskan, keputusan Irjen Agus untuk mengevaluasi diri dan menghentikan penggunaan sirene sembarangan adalah langkah yang sangat tepat sebelum tuntutan publik meluas.

Komunikasi Publik yang Jelas dan Efektif

Rocky Gerung juga menyoroti bagaimana Kakorlantas Polri berhasil mengemas kebijakan ini dengan komunikasi yang jelas dan mudah dipahami, sehingga mendapat dukungan luas dari masyarakat.

Komunikasi yang diterapkan oleh Kakorlantas dinilai sangat lugas. Irjen Agus Suryonugroho menjelaskan bahwa penggunaan sirene hanya diperbolehkan untuk kondisi darurat tertentu dan tidak sembarangan. Penjelasan yang tidak berbelit ini adalah kunci mengapa kebijakan ini diterima dengan baik.

Alih-alih menggunakan bahasa yang kaku dan terkesan menggurui, Kakorlantas memilih pendekatan yang humanis. Irjen Agus sendiri menekankan pentingnya humanisme sesuai program Polantas Menyapa. Salah satu contohnya adalah larangan penggunaan sirene saat azan berkumandang, sebuah langkah yang menunjukkan empati dan penghormatan terhadap nilai-nilai sosial. Pemilihan kata yang tenang dan tidak konfrontatif ini berhasil menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.

Pesan yang disampaikan oleh Kakorlantas tetap konsisten, mulai dari pusat hingga ke jajaran di daerah. Konsistensi ini memastikan bahwa tidak ada salah tafsir. Kebijakan larangan penggunaan sirene sembarangan ini menjadi bukti bahwa Polri dapat mengevaluasi diri, menyesuaikan dengan kebutuhan publik, dan berkomunikasi secara efektif.

Rocky Gerung berharap langkah ini menjadi awal dari perubahan budaya di jalan raya. Ia mengajak semua pihak untuk menganggap jalan raya sebagai ruang peradaban, bukan sekadar arena pamer kekuasaan. “Saya setuju bahwa ‘tetot-tetot’ dihentikan mulai hari ini. Selanjutnya kita ingin mendengar nyanyian masyarakat sipil bahwa jalan raya artinya jalan peradaban,” pungkasnya.

Langkah responsif Irjen Agus Suryonugroho yang mendapat pujian dari Rocky Gerung ini membuktikan bahwa mendengarkan keluhan publik dan mengimplementasikannya melalui komunikasi yang baik dapat membangun citra positif dan kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian.

Exit mobile version