Site icon jurnalismeinvestigatif.com

Dugaan Penguntitan Jampidsus oleh Densus 88: Fakta dan Perkembangannya

JurnalismeInvestigatif.com – Hingga saat ini, perhatian publik masih tertuju pada kasus dugaan penguntitan oleh sejumlah anggota Densus 88 terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah.

Pada Kamis, 30 Mei 2024, pukul 12.10 WITA, bukti ketertarikan publik terhadap kasus ini terlihat dari tren pencarian di Google yang menempatkannya pada urutan keempat.

Febrie Adriansyah diduga diintai oleh anggota Densus 88 di sebuah restoran di Jakarta Selatan pada Jumat, 24 Mei pekan sebelumnya.

Terkait dengan kelanjutan kasus ini dan apakah akan masuk ke proses hukum, masih menjadi pertanyaan.

Kasus ini juga mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak, dan dalam artikel ini, kita akan membahas perkembangan terbaru terkait kasus tersebut.

Motif dari dugaan penguntitan oleh anggota Densus 88 terhadap Jampidsus Febrie Adriansyah belum terungkap secara jelas.

Meskipun begitu, hubungan antara Polri dan Kejaksaan Agung tetap baik.

Menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto, isu permasalahan antara Polri dan Kejaksaan Agung sedang dalam penyelidikan, tetapi kedua institusi tersebut tetap menjalankan tugasnya masing-masing.

Tentang siapa yang memberi perintah kepada anggota Densus 88 untuk menguntit Jampidsus Febrie Adriansyah juga belum terungkap secara jelas.

Namun, seperti yang dinyatakan sebelumnya, bahwa jika ada yang bertindak, pasti ada yang memberi perintah.

Kondisi Densus 88 Menguntit Jampidsus Febrie Adriansyah

Anggota Densus 88 yang diduga menguntit atau memata-matai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, kini sudah diserahkan ke Paminal Mabes Polri. HP anggota Densus 88 yang bersangkutan ditemukan mengandung profil Jampidsus.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengonfirmasi bahwa penguntitan terhadap Jampidsus Febrie Adriansyah dilakukan oleh anggota Polri dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Setelah diketahui adanya penguntitan, anggota tersebut dibawa ke Kejaksaan Agung untuk diperiksa. “Ternyata di dalam handphone yang bersangkutan ditemukan profil Pak Jampidsus,” ungkap Ketut.

Kasus ini menarik perhatian publik, termasuk tanggapan dari Guru Besar Universitas Padjadjaran, Prof. Muradi. Menurutnya, dugaan spionase tersebut seharusnya tidak terjadi jika Jampidsus menangani kasus ini secara menyeluruh. Muradi menjelaskan bahwa Jampidsus terkait dengan kasus timah yang memunculkan risiko politik, melibatkan elite di TNI, Polri, dan politik. Muradi menyarankan agar Jampidsus tidak memilah siapa yang akan diproses dalam kasus timah ini.

Muradi juga menyebut bahwa kurangnya sinergi antara Kejaksaan Agung, KPK, dan Polri sebagai penyebab insiden spionase ini. “Kasus spionase yang menimpa Pak Febrie seharusnya tidak perlu diperdebatkan. Ini juga pernah menimpa Pak Tito Karnavian saat menjabat sebagai Kapolri,” katanya.

Muradi menambahkan bahwa spionase ini adalah bentuk saling mengingatkan antar lembaga. “Pak Sutarman pun pernah di-profiling seperti ini. Bahkan Pak Tito dulu sering berganti ponsel dan pengawal,” ujarnya. Menurut Muradi, Pak Febrie bukanlah seorang nabi yang sempurna sehingga kesalahan bisa dicari karena menyerempet elite-elite dari TNI, Polri, dan politik.

Muradi mengatakan bahwa bagi masyarakat sipil, spionase ini bisa membuka kesalahan-kesalahan di lembaga penegak hukum. Namun, ia juga mencatat masalah adanya pemilahan kasus oleh Jampidsus yang membuat lembaga penegak hukum bersaing menjaga reputasi masing-masing.

Disinggung apakah kegiatan spionase ini melanggar hukum, Muradi mengatakan harus ada izin dari pengadilan. “Jika tidak ada izin, maka ini melanggar hukum,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa sinergi yang baik antara TNI, Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung diperlukan untuk menangani masalah ini.

Dosen Hukum Universitas Islam Nusantara, Dr. (C) Leni Anggraeni SH, MH, menambahkan bahwa klarifikasi dari Kejaksaan Agung dan Polri diperlukan. “Masyarakat bertanya-tanya mengapa perangkat negara bisa saling mencurigai,” katanya. Leni menjelaskan bahwa aksi spionase antar perangkat negara bisa diatur oleh negara, seperti KPK yang boleh menyelidiki Polri dan pejabat negara terkait korupsi.

Namun, dalam kasus ini, Densus 88 melampaui fungsinya kecuali jika jaksa tersebut terlibat dalam aksi terorisme. Leni juga menjelaskan adanya nota kesepahaman antara Kejaksaan Agung dan Panglima TNI, yang mencakup penugasan prajurit TNI dalam lingkungan Kejaksaan RI.

Leni menyarankan agar Kapolri segera mengklarifikasi aksi anggota Densus 88 ini, karena kepercayaan masyarakat terhadap Polri sedang menurun terkait beberapa kasus yang terjadi.

Itulah perkembangan terbaru kasus anggota Densus 88 yang menguntit Jampidsus Febrie Adriansyah.

Baca Juga : Jadwal Pemanggilan Lima Saksi dalam Sidang Lanjutan Kasus Syahrul Yasin Limpo

Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari JurnalismeInvestigatif.com Untuk kerjasama lainya bisa kontak email tau sosial media kami lainya. 

Exit mobile version