Site icon jurnalismeinvestigatif.com

Dugaan Nepotisme, Jokowi Family Dilaporkan Ke KPK

Jokowi dan ketua MK Anwar Usman

Jokowi dan ketua MK Anwar Usman

JurnalismeInvetigatif – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) bersama Persatuan Advokat Nusantara melaporkan dugaan adanya kolusi dan nepotisme dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Laporan ini diarahkan kepada sejumlah tokoh penting, termasuk Ketua MK Anwar Usman, Presiden Joko Widodo (Jokowi), calon wakil presiden yang diusung oleh PDIP, Gibran Rakabuming, serta Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep. Laporan ini kemudian diajukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Koordinator pelapor, Erick S Paat, menyampaikan bahwa peran ganda Anwar Usman, yang menjabat sebagai Ketua MK dan Ketua Majelis Hakim dalam sidang batasan usia capres-cawapres, menjadi dugaan utama dalam laporan ini. Ini mengundang pertanyaan serius mengenai independensi dan integritas MK dalam mengambil keputusan yang krusial.

Erick juga menyoroti hubungan keluarga antara Anwar Usman dan sejumlah tokoh terkait. Anwar Usman merupakan adik ipar dari Presiden Jokowi, yang berarti ia adalah paman dari Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep.

Hal ini menimbulkan pertanyaan etika dan konflik kepentingan, terutama mengingat UU Kekuasaan Kehakiman yang melarang Ketua Majelis Hakim menjabat sekaligus sebagai Ketua MK.

Menurut UU tersebut, ketua majelis hakim harus mengundurkan diri dari jabatannya ketika menjabat sebagai ketua MK. Erick Paat mempertanyakan mengapa Anwar Usman tidak mematuhi aturan ini. “Harusnya dengan tegas dari awal menyadari ketakberhakannya,” kata Erick dikutip dari tempo.co.

Baca Juga : KPK Geledah Rumah Dinas Mentan Syahrul Yasin Limpo, Temukan Uang dan 12 Senjata Api

Erick mengungkapkan bahwa ada unsur kesengajaan dalam perbuatan baik Anwar Usman, Jokowi, Gibran, maupun Kaesang. Laporan mereka sudah diterima oleh KPK, dan mereka berharap agar lembaga antikorupsi ini dapat segera mengambil tindakan. Lambatnya respons dari KPK dianggap dapat memunculkan masalah yang lebih besar dalam konteks hukum dan keadilan.

Dasar hukum dalam laporan tersebut mencakup berbagai regulasi, seperti UUD 1945, TAP MPR no 11 MPR 1998 tentang penyelenggaraan negara bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta UU no 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Selain itu, UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan UU no 18 tahun 2003 tentang advokat juga menjadi dasar hukum dalam laporan ini.

Sebelumnya, MK telah melepas syarat calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 169 huruf q UU No. Tahun 2017. Keputusan ini diambil berdasarkan permohonan uji materi Almas Tsaqibbirru, yang membuka peluang bagi siapa pun yang berpengalaman sebagai kepala daerah untuk maju dalam kontestasi Pilpres 2024 meskipun belum mencapai usia 40 tahun.

Kasus ini memunculkan polemik dan pertanyaan mengenai integritas lembaga-lembaga negara dalam mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan demokrasi dan pemerintahan. KPK memiliki peran krusial dalam menginvestigasi laporan ini dan memastikan bahwa prinsip-prinsip keadilan, anti-korupsi, dan anti-kolusi tetap terjaga dalam perjalanan demokrasi Indonesia.

Baca Juga : Syahrul Yasin Limpo Ditangkap KPK Dengan Tangan Diborgol

Exit mobile version