Site icon jurnalismeinvestigatif.com

Ijazah Bukan Lagi Syarat Bekerja, ini penjelasannya

Ijazah Bukan Lagi Syarat Bekerja

Ijazah bukan lagi satu-satunya benda sakral untuk beroleh pekerjaan. Kompetensi dan skill set ternyata sangat dibutuhkan. Foto: Arif Syuhada dari Pexels.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menjelaskan bahwa ijazah bukan satu-satunya syarat dibutuhkan untuk memperoleh pekerjaan. Apakah berarti tak perlu sekolah tinggi-tinggi lagi ?

Jurnalismeinvestigatif – Jakarta – Dia menyampaikan hal tersebut saat menjelaskan tingginya penduduk bekerja Indonesia yang pendidikan ijazah SMP ke bawah. Ida awalnya menjelaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) adalah hilir dari kebijakan pendidikan. Maksudnya, tugas utama kementerian yang dia pimpin lebih kepada Ketenagakerjaan.

“Bapak dan Ibu yang saya hormati, Kementerian Ketenagakerjaan ini kalau dibilang hulu-hilir maka sebenarnya Kementerian Ketenagakerjaan adalah hilir dari kebijakan pendidikan. Kami menerima proses pendidikan, tentu proses pendidikan ini tidak dilakukan 5-10 tahun tapi proses lama yang dilakukan oleh pemerintah negara kita,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (15/1).

Namun dia menegaskan bahwa bukan berarti pihaknya menghindar dari tanggung jawab. Tugas yang dilakukan Kemnaker dalam menyikapi tingginya pekerja dengan tingkat pendidikan SD-SMP adalah mendorong kompetensinya.

“Kalau ukuran kompetensi maka ukurannya adalah sertifikasi kompetensi. Boleh saja mereka memiliki pendidikan SMP/SD tapi mereka ditingkatkan kapasitasnya, ditingkatkan kompetensinya melalui skilling, mungkin upskilling, mungkin juga reskilling, kemudian distandarisasi dengan sertifikasi,” jelasnya.

“Kalau ini bisa kita lakukan mungkin sekarang dan kedepannya ijazah menjadi tidak begitu berarti kecuali untuk kepentingan yang lain ya, menjadi tidak begitu berarti karena seseorang itu diukur karena kompetensinya,” sambung Ida.

Dalam rangka itu, lanjut dia, sekarang pemerintah sedang menyelesaikan rancangan peraturan presiden terkait pendidikan dan pelatihan vokasi.Bagaimana rincian rencananya?

Baca Juga : Urgensi Pendidikan Seks Pada Remaja dan Anak

Kuncinya Pelatihan Vokasi

Rancangan perpres tersebut bakal mengatur Kemnaker untuk memimpin pelatihan vokasi, sedangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan memimpin pendidikan vokasinya.

Namun, pihaknya tak menampik pentingnya pendidikan formal. Sebab, itu menjadi salah satu tolok ukur Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Untuk memenuhi itu, mereka yang cuma lulus SD atau SMP bisa mengejar Paket C (setara SMA).

Di sisi lain, para lulusan SD/SMP yang usianya sudah tidak muda lagi tidak dapat dipaksa untuk menempuh pendidikan formal. Jadi alternatifnya adalah peningkatan kompetensi dengan pelatihan vokasi.

“Dalam konteks Kementerian Ketenagakerjaan maka yang diperlukan sekarang adalah bagaimana ruang kosong itu diisi dengan kompetensi yang kita berikan. Jadi nggak apa-apa lulus SD, nggak apa-apa lulus SMP tapi mereka memiliki kompetensi,” jelas Ida.

Dia mencontohkan apa yang terjadi di salah satu pulau di Morowali, Sulawesi Tengah. Di sana terdapat daerah yang akses pendidikannya sangat terbatas sehingga sulit masuk ke pasar kerja. Padahal di Morowali terdapat kawasan-kawasan industri besar.

“Nah akhirnya kita dorong, akan kita bangun workshop atau BLK (balai latihan kerja) di sana. Mereka yang tidak memiliki pendidikan formal kita tingkatkan kompetensinya dan kita berikan sertifikasi. Dengan cara itu maka perusahaan di kawasan tersebut menerima pekerja yang ada di kepulauan tersebut, sehingga kesempatan kerja menjadi terbuka dan pada akhirnya kesejahteraan mereka akan terpenuhi,” tambahnya.

Baca Juga : Ini Dia Profesi Masa Depan yang Menjanjikan

Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari jurnalismeinvestigatif.com Untuk kerjasama lainya bisa kontak email tau sosial media kami lainya.

 

Exit mobile version